Ilmu Fisika Tidak Dibawa ke Akhirat

28 08 2007

Sewaktu kelas 3 SMU, saya mengalami peristiwa memalukan tapi membawa hikmah. Saat itu saya paling malas belajar fisika, yang didalamnya ” bersarang” bermacam rumus plus hitung menghitung. Mungkin karena bukan termasuk murid pandai dan memang tidak menyukai ilmu pasti, maka rasa antipati itu ngendom terus. Saya juga mempunyai pemikiran keliru, akibat kurangnya wawasan. Saya beranggapan mempelajari fisika hanya membuang waktu karena tidak jelas manfaatnya.Ini berbeda dengan mendalami Agama, yang membawa banyak manfaat.

Suatu saat guru fisika yang tegas dan berwibawa menerangkan rumus. Seperti biasa, setiap pelajaran fisika saya memilih tempat dudk paling belakang, supaya tidak kena tunjuk mengerjakan soal di papan tulis. Saya selalu duduk satu bangku dengan teman yang sama-sama tulalit-nya.

Pda saat pak guru mengerjakan contoh-contoh soal yang tidak saya mengerti di papan tulis, saya berbisik pada teman itu sambil bercanda, ” Lah teu bisa oge moal dibawa ka akhirat ieuh ” ( biarlah, ngga bisa juga tidak akan dibawa ke akhirat ). Saya merasa berbicara pelan sekali, dan sampai berakhir pelajaran tidak terjadi apa-apa.

Tapi beberapa hari kemudian teman di lain kelas bercerita bahwa guru fisika itu ceramah dikelasnya sampai dua jam , menerangkan pentingnya ilmu fisika di berbagai bidang. Beliau mengatakan perlu menerangkan hal itu karena di kelas lain ada yang melecehkan pelajaran fisika.

Perasaan saya langsung tidak enak. Ternyata beliau mendengar apa yang saya bisikan. Saya sangat malu setiap bertemu beliau dan dikejar rasa bersalah.Beberapa kali ingin meminta maaf tapi ternyata tidak mudah. Perasaan malu dan takut bercampur, kalau-kalau beliau tidak bisa memaafkan.

Akhirnya saya bercerita pada guru mengaji, dan beliau menyarankan saya meminta maaf apa pun resikonya. Selepas salat jum’at di komplek sekolah, saya beranikan diri menghampiri guru itu. Saya minta maaf dan mengakui kesalahan. Mengherankan, beliau tidak marah sedikitpun. Beliau malah menyambut saya dengan amat baik, sambil mengatakan, “Baru sekarang Bapak bertemu murid yang mau meminta maaf dan mengakui kesalahan.”

Saya amat lega. Sejak itu saya berhubungan baik dengan beliau, walau pelajarannya tetap tidak kunjung mengerti. tapi setidaknya saya menyadari, banyak ilmu yang sangat berguna untuk menambah keyakina, bahkan membuktikan kebenaran Islam, termasuk fisika.

Saya juga mendapat hikmah lainnya, meminta maaf ternyata tidak menakutkan seperti yang saya duga. Saya jadi lebih mudah meminta maaf  meski tidak selalu merasa kesalahan ada di pihak saya. Selain itu, saya berusaha untuk tidak berprilaku buruk pada siapapun.

Asep Mamun chaeruman, Tasikmalaya.

————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————————-





Hello world!

27 08 2007

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!